Senin, 09 Januari 2012

PEMUDA : SATU UNTUK INDONESIA

Sebagai seorang pemuda tentunya kita tidak bisa diam melihat situasi pemerintahan saat ini yang cenderung lambat dalam mengatasi permasalahan negara yang ada. Butuh sebuah perubahan yang mendasar. Memang sulit ketika sebuah sistem telah rusak oleh berbagai masalah, dalam hal ini adalah sistem pemerintahan Indonesia yang sedang dilanda berbagai macam krisis antara lain kasus-kasus korupsi yang berdampak pada krisis kepercayaan.
Dibutuhkan pemuda-pemuda Indonesia yang mau bergerak ke arah yang lebih maju untuk memberikan sebuah agere contra dengan apa yang sekarang dilakukan oleh pemerintah. Apakah kejadian tahun 1998 akan terulang kembali? Hanya masalah waktu yang akan menjawabnya.
Melihat realita "kebobrokan" pemerintahan saat ini, sudah saatnya slogan generasi penerus bangsa kita ubah menjadi GENERASI PENENTU BANGSA. Hal ini dimaksudkan agar sebagai pemuda kita tidak ingin menjadi penerus sistem yang sudah terlampau hancur oleh kepentingan-kepentingan sekelompok orang saja. Partai sebagai kendaraan demokrasi sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sistem harus segera dibenahi jika tidak ingin NKRI terpecah belah. Sudah banyak gerakan untuk keluar dari NKRI dan hal ini sangat memprihatinkan. Mari kita bersatu untuk INDONESIA tercinta. Jangan sampai negara yang sudah susah payah dibangun oleh para founding father musnah begitu saja.
satu untuk INDONESIA.

Sebuah Catatan untuk Indonesia

Enam puluh enam tahun sudah Indonesia merdeka. Telah terjadi dinamika yang begitu kompleks dalam proses menjadi sebuah bangsa, namun apakah selama itu Indonesia sudah dapat dikatakan sebagai bangsa maju yang mampu membuat rakyatnya sejahtera?
Sudah enam presiden secara berkala memimpin bangsa ini. Proses kemajuan bangsa perlahan meningkat namun dekadensi akan kehidupan bernegara juga terjadi di dalamnya bahkan permasalahan klasik bangsa ini belum terpecahkan, KORUPSI. Pemerintahan SBY belum mampu mengatasi hal ini bahkan sampai periode keduanya, padahal di awal masa jabatannya, SBY begitu mengagung-agungkan pemberantasan korupsi. Bagaimana mau diberantas jika memang di dalam pemerintahan itu sendiri sudah terdapat korupsi?
Sistem pemerintahan di Indonesia yang demokrasi (terlebih sejak era reformasi) memang membuka palang pintu sebesar-besarnya bagi para pejabat untuk "memakan" uang rakyat. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sistem demokrasi di Indonesia tidak diciptakan untuk tujuan KORUPSI, namun demi kemajuan bangsa yang lebih baik.
Sistem demokasi diciptakan agar segala ide pikiran masyarakat yang membangun dapat diterima sebagai pertimbangan kebijakan pemerintah, namun mengapa yang terjadi justru ide pikiran itu dimatikan dan sistem demokrasi sungguh menjadi peluang pejabat melakukan korupsi?
Sebagai generasi penentu bangsa, kita jangan mau ikut arus para pejabat kotor itu. Butuh adanya pendidikan karakter sejak awal sehingga prioritas kita tidak semata pada harta duniawi yang tidak mungkin dibawa mati. Rasa keadilan dan semangat patriotisme harus ada dalam diri setiap orang dalam bangsa ini. Jangan mau Indonesia dibawa pada lubang kehancuran karena sikap dan perilaku warga negaranya sendiri.
Butuh pribadi-pribadi yang memegang teguh idealisme moralitas absolut universal semacam Soe Hok Gie dalam memajukan bangsa ini. Jika pemerintah tidak "becus" dalam menangani segalam permasalahan, maka itu dapat dikarenakan berbagai sebab, seperti posisi menteri atau pejabat lainnya yang bukan diisi oleh orang yang ahli di bidangnya, namun karena kepentingan politik semata. Harus ada perombakan jika ingin ada perubahan. Mari menjadi pribadi yang kritis terhadap segala kebijakan pemerintah. Jangan mau dijajah oleh bangsa sendiri karena di sini, di tanah ini kita dilahirkan. Sudah sepatutnya di tanah ini pula kita mengabdi dan menjunjung tinggi rasa solidaritas terhadap segala lapisan masyarakat. Kesejahteraan bangsa ini ditentukan oleh orang-orang di dalamnya. Salamku untuk semua rakyat Indonesia. AMDG

Masih Perlukah Hati Nurani - mu (?)

Kehidupan memang tidak selalu berjalan sesuai dengan kehendak. Namun yang harus disadari adalah bagaimana kita bersikap terhadap realita yang terjadi. Hal-hal sederhana dapat kita tangkap maknanya sebagai sebuah pesan akan berharganya sebuah kehidupan. Namun tanpa disadari terkadang manusia justru hidup dalam pergulatan akan konsepsi dasarnya sebagai manusia itu sendiri. Ia sengaja membatasi kehidupan yang sebenarnya tidak perlu  karena kehidupan itu panjang tidak berujung.
Sebagai citra Allah sebenarnya setiap manusia memiliki daya kodrati dan adikodrati. Daya kodrati meliputi akal budi, hati nurani dan kehendak bebas, sedangkan daya adikodrati adalah daya dari luar tubuh manusia yang sering disebut sebagai daya ilahi. Yang sering menjadi keprihatinan adalah bagaimana manusia menyeimbangkan akal budi, hati nurani, kehendak bebas dan daya ilahi tersebut. Realita yang sering terjadi adalah manusia menutup dirinya seakan-akan tidak lagi memiliki hati nurani. Yang ditonjolkan adalah kehendak bebasnya padahal kehendak bebas di sini adalah kebebasan yang bertanggung jawab, "kebebasan untuk" bukan "kebebasan dari".
Sebagai seorang manusia beriman, hati nurani sangat penting untuk menyeimbangkan kondisi dasar kehidupan kita (termasuk akal budi, kehendak bebas dan daya ilahi). Hati nurani adalah bagian integral yang dimiliki setiap orang dan pada dasarnya hati nurani setiap manusia adalah baik adanya (Karena manusia citra Allah maka manusia pun memiliki substansi dasar seperti Allah yaitu baik). Namun yang sering terjadi adalah manusia lebih menentukan arah hidupnya pada hal-hal duniawi dan menutup mata akan semangat humanisme. Peperangan, teror bom, korupsi dan lain sebagainya adalah contoh realita manusia yang menutup hati nuraninya demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Perlu digarisbawahi hati nurani sangat perlu bagi kelangsungan hidup setiap manusia. Tanpa hati nurani manusia hanyalah seonggok daging tak bermakna. Yang membedakan manusia dengan hewan atau tumbuhan adalah hatu nurani itu sendiri (beserta daya kodrati lainnya). Marilah kita menjadi manusia yang memiliki hati nurani yang peka terhadap realita sosial yang terjadi di sekeliling kita. Semoga kita dapat menjadi garam dan terang di masyarakat. Senjata paling sakti adalah hati manusia yang dibakar oleh kekuatan kehendaknya.

Ad Maiorem Dei Gloriam

Panggilan Hidup = Mencari Arti Kebenaran Sejati

Pada dasarnya manusia menjalani kehidupan sebagai sebuah yang di dalamnya terdapat makna mendalam tentang arti kehidupan itu sendiri. Secara kodrat manusia hidup untuk mencari kebenaran sebagai jawaban terhadap situasi zaman yang cenderung melawan kehidupan.
Horizon/arah hidup manusia mengarah pada kebenaran yang menjadi prinsip dasar keberadaan manusia. Kebenaran dapat kita lihat dari sudut pandang nilai (kualitas baik yang melekat pada suatu benda/aktifitas). Menurut Max Scheler nilai bersifat absolut, tidak dipersyaratkan oleh suatu tindakan, tidak memandang keberadaan alamiahnya baik secara historis, sosial, biologis ataupun individu murni. Hanya pengetahuan kita tentang nilai yang bersifat relatif, sedangkan nilai itu sendiri adalah absolut.
Dari sudut pandang nilai tersebut, kita dapat menilai bahwa kebenaran itu adalah absolut, selalu dicari dan sebagai acuan hidup karena kebenaran sendiri tidak dipersyaratkan oleh suatu tindakan dan tidak memandang keberadaan alamiahnya.
Untuk mencari kebenaran yang sejati kita dapat menempuh 3 jalan yakni ilmu pengetahuan, etik, dan teologis. Dari segi ilmu pengetahuan kita dapat membaginya dengan rasionalisme (cara pikir dan terpilah pilah/Apriori), Empirisme (pengalaman inderawi/Aposteriori), dan positivisme (berdasarkan fakta-fakta objektif).
Melalui jalan etik kita dapat mencari kebenaran dengan meninjau kebenaran moral yang diperoleh melalui aktualisasi kesadaran etik dalam diri manusia. Kesadaran etik mendorong aktualisasi diri dan menemukan/arahkan hidup pada kebenaran moral. Pijakan moral bagi orang beriman adalah ajaran agama-agama sedangkan bagi orang "tidak beriman" pijakan moralnya adalah humanisme dan ilmu pengetahuan.
Kebenaran sejati juga dapat ditemukan melalui jalan Teologis yang berpijak pada religiositas. Berbagai jalan teologis unik dan sarat dengan kekayaan spiritual yang memiliki sejarah dan ciri khasnya masing masing. Hal ini merupakan sebuah tarikan benang merah dari ajaran agama-agama dan kepercayaan.
Pada dasarnya kebenaran adalah sebuah substansi dasar dari segala ciptaan Tuhan yang merupakan kebenaran sejati itu sendiri. Sebagai manusia kita percaya bahwa Yang Transenden sekaligus Imanen tersebut yang merupakan sebuah Kebenaran yang tak terselami. Ad Maiorem Dei Gloriam